MEMBRAN EKTRA EMBRIONAL PADA AVES





Oleh :
   Kelompok  V
Dian Kusumawardani                      (B1J013053)
Dwi Oktaviani                                   (B1J013057)
Titi Fariasih                                       (B1J013059)
Mohammad Afifudin                        (B1J013063)
Yovi Utami                                        (B1J013065)
Faza Haitami                                     (B1J013067)


TUGAS TERSTRUKTUR PERKEMBANGAN HEWAN




KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
PENDAHULUAN
Membran ekstra embrional adalah membran atau selaput seluler yang dibentuk bersamaan dengan perkembangan embrio dan berperan penting dalam perkembangan embrio. Membran ekstra embrional merupakan perluasan-perluasan berlapis membran dari jaringan-jaringan embrio. Pada dasarnya membran-membran tersebut adalah lipatan-lipatan yang pada akhirnya tumbuh mengelilingi embrio dan menghasilkan empat kantung pada embrio yang sedang tumbuh. Masing-masing membran terbentuk dari sel-sel yang berasal dari dua lapisan nutfah berbeda. Membran ekstra embrional berfungsi sebagai sarana untuk mengeluarkan sisa metabolisme, dan sebagai perlindungan baik dari faktor fisik, kemis, maupun biologis di lingkungan mikro serta makro, agar embrio dapat berkembang dan tumbuh dengan baik.
Jenis-jenis membran ekstra embrional ada lima, yaitu amnion, korion, alantois, saccus vitelinus, dan plasenta (pada mamalia). Topik tugas terstruktur kali ini yaitu tentang perkembangan dan fungsi membran ekstra embrional pada aves. Penyusun membahas lebih spesifik tentang membran ekstra embrional pada ayam sebagai salah satu contoh bangsa aves. Alasan digunakannya  telur ayam karena  ayam memiliki membran ekstra embrional yang lengkap serta mudah diamati. 
PEMBAHASAN

Gambar 1.1. Membran Extra Embrional Aves
Terdapat empat macam selaput embrio pada ayam yaitu kantung yolk (yolk sac/saccus vitelinus), amnion dan korion (serosa), dan alantois. Telur ayam dilengkapi dengan yolk yang sangat banyak. Kandungan yolk yang besar ini digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan bahan makanan yang dibutuhkan embrio selama perkembangan dalam telur. Amnion merupakan selaput yang membungkus janin sehingga tidak berhubungan langsung dengan sekitarnya. Serosa tumbuh disekitar kantung yolk dan membungkus seluruh kantung tersebut, lalu melekat pada cangkang telur (Yatim, 1984).
Masing-masing dari empat membran utama yang menyokong embrio merupakan lembaran sel-sel yang berkembang dari lembaran epithelium yang berada di sisi luar proper embrio. Kantung kuning telur meluas di atas yolk. Sel-sel kantung kuning telur (yolk sac) akan mencerna kuning telur, dan pembuluh darah yang berkembang di membran itu akan membawa nutrient ke dalam embrio. Lipatan lateral jaringan ekstra embrional menjulur di atas bagian atas embrio tersebut dan menyatu untuk membentuk dua membran tambahan, yaitu amnion dan korion, yang dipisahkan oleh perluasan ekstra embrional berupa selom (rongga). Amnion membungkus embrio dalam kantung yang penuh cairan, yang melindungi embrio dari kekeringan, dan bersama-sama dengan korion menyediakan bantalan bagi embrio agar terlindung dari guncangan mekanis. Korion terletak paling luar, strukturnya dibentuk bersamaan dengan pembentukan amnion. Korion melekat pada permukaan dalam cangkang dan berperan dalam pertukaran gas O2 dan CO2 pada reptil dan aves. Korion berdiferensiasi menjadi bagian embrional yang menyusun plasenta pada mamalia. Membran keempat, yaitu alantois, berasal dari pelipatan ke luar perut belakang embrio. Alantois adalah kantung yang memanjang ke dalam selom ekstraembrionik. Alantois berfungsi sebagai kantung pembuangan untuk asam urat, yaitu limbah bernitrogen yang tidak larut dari embrio. Sementara alantois terus mengembang, alantois menekan korion ke membran vitelin, yaitu lapisan dalam cangkang sel telur. Bersama-sama, alantois dan korion membentuk organ respirasi pada embrio (Campbell, 2004).
Tahap-tahap proses pembentukan selaput embrio aves  menurut Sumantadinata (1981). adalah :
1.      Amnion
Amnion adalah selaput embrio yang langsung membungkus embrio, berupa kantung yang tipis berisi cairan amnion dan embrio dapat bebas bergerak didalamnya. Lapisan penyusun amnion adalah somatopleura dengan ektoderm dibagian dalam dan mesoderm somatik diluar. Pembentukan amnion sejalan dengan terpisahnya bagian intra embrio dari bagian ekstra embrio. Amnion berfungsi melindungi embrio dari dehidrasi perlekatan organ-organ tubuh yang sedang terbentuk, memberi ruang untuk pergerakan embrio dan memberi perlindungan terhadap goncangan mekanik. 

2.      Yolk sac 
Yolk sac adalah selaput ekstra embrio yang dibentuk paling awal. Selaput embrio ini dibangun oleh splanknopleura dengan endoderm disebelah dalam dan mesoderm splanknik di luarnya. Mesoderm splanknik akan terdapat pembuluh-pembuluh darah vitelin. Terbentuknya yolk sack sejalan dengan pelipatan lapisan endoderm yang menjadi atap arkenteron, untuk membentuk saluran pencernaan makanan. Fungsi yolk sack adalah menghantar untuk embrio, tempat asalnya sel kelamin. Mesoderm splankniknya merupakan sumber sel-sel darah dan merupakan organ hemopoletetik paling awal (Soeminto, 2000).

3.      Albumen
Banyak mengandung air untuk menjaga kelembaban didalam telur. Selama perkembangan albumen mengental karena airnya semakin berkurang. Setelah alantois tumbuh membesar, albumen akan terdorong ke ujung stalalantois yang mengabsorbsi dan mentransfer melalui pembuluh darah ke dalam embrio untuk digunakan sebagai nutrisi. Splanknopleura pembungkus albumen disebut kantung albumen (Djuhanda, 1981).

4.      Korion
Korion merupakan selaput embrio yang terluar. Terbentuk oleh lipatan kearah luar dari amnion. Susunan lapisan ectoderm (diluar) dan mesoderm somatik (didalam) korion berlawanan dengan amnion, oleh karena itu korion kadang-kadang disebut amnion palsu (false amnion). Korion akan membungkus selaput–selaput embrio lainnya. Korion dibentuk dari somatopleura bersamaan dengan pembentukan amnion. Lapisan penyusunnya dibentuk oleh adanya pelipatan yang berlawanan dengan amnion. Ektoderm diluar dan mesoderm somatik didalam. Korion berada dibawah selaput cangkang dan cangkang kapur telur. Fungsi penting korion adalah menyerap ion Ca dari cangkang telur dan mendistribusikannya untuk pembentukan rangka (tulang) embrio melalui pembuluh darah allantois (Kosasih, 1975).

5.      Alantois
Alantois  merupakan selaput embrio yang terbentuk paling akhir, bermula sebagai evaginasi ventral dari usus belakang, tersusun oleh lapisan lembaga endoderm dan mesoderm splanknik, serupa dengan yolk sac, pada ayam, alantois dan korion (korioalantois) berperan dalam respirasi melalui pembuluh- pembuluh darah alantois, terjadi juga penyerapan kalsium melalui pembuluh- pembuluh darah tersebut sehingga cangkang kapur akan menjadi rapuh dan hal ini memudahkan penetasan kelak. Bagian proximal alantois membentuk tangkai alantois yang pangkalnya akan tetap berada dalam tubuh embrio. Bagian distal alantois membentuk kantong yang tumbuh membesar kedalam coelum kestrel embrio, yang hampir memenuhi rongga telur, selain itu alantois berada dibawah korion (Carlson, 1999).
Jumlah dan jenis membran ekstra embrional bervariasi pada hewan vertebrata. Ikan dan amphibi hanya memiliki membran ekstra embrional berupa yolk sac (yolk sac/saccus vitellinus). Reptil dan aves memiliki 4 membran ekstra embrional yaitu, amnion, chorion, allantois dan saccus vitellinus, pada mamalia chorion berdiferensiasi menjadi bagian embrional yang menyusun plasenta (Sumantadinata, 1981).
Burung dan mamalia mempunyai membran ekstra embrionik yang sama dengan reptilia, darimana hewan tersebut berkembang. Ketiga golongan hewan tersebut sering disebut amniota karena ketiganya sama-sama mempunyai amnion. Reproduksi burung sangat mirip dengan reptilian, kecuali bahwa burung mengerami telurnya. Kecuali monotremata primitive yang bertelur, mamalia tidak mempunyai telur kleidoik dan membran ekstra embrionik membantu dalam pembentukan plasenta (Villee et al., 1988)

DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., Reece, J.B. 2004. Biology, 5th ed. San Francisco,Benjamin Cummings.
Carlson, Bruce M. 1999. Human Embryology and Developmental Biology. Mosby, New York.
Djuhanda, T. 1981. Embriologi Perbandingan. Armico, Bandung.
Kosasih, G. 1975. Embriologi Kedokteran. CV EGC, Jakarta.
Soeminto, 2000. Embriologi Vertebrata. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.
Sumantadinata, K. 1981. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Pemeliharaan di Indonesia. Sastra Budaya, Bogor.
Villee, C. A., Walker, W. F. and Barnes, R. D. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Yatim, Wildan. 1984. Embriologi. Tarsito, Bandung.

Comments

Popular posts from this blog

Amanita phalloides POISONING: MECHANISMS OF TOXICITY AND TREATMENT